News
IIC, Jasa Keuangan Kuat Ditopang Industri Asuransi Sehat
Oleh: Deni SupriadiEditor: Erik Hamzah
Jajaran Direksi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) bersama Ketua Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun saat membuka Indonesia Re International Conference (IIC) di Jakarta, Selasa (22/7/2025). Event ini diharapkan menjadi wadah penting untuk membahas strategi hilirisasi sektor keuangan serta penguatan industri perasuransian dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. (Foto : Istimewa)
KBRN, Jakarta : Kondisi industri asuransi nasional saat ini sedang menghadapi tekanan besar dan kompleks. Ketua Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun mengatakan, industri jasa keuangan nasional tidak akan kuat jika tidak ditopang oleh industri asuransi yang sehat dan berdaya saing.
"Asuransi berperan penting dalam menciptakan sirkulasi dan ekosistem yang stabil bagi sektor keuangan, serta mendukung berbagai program strategis pemerintah," ujar Misbakhun dalam sambutannya saat pembukaan Indonesia Re International Conference (IIC) di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Aset sektor asuransi memang tumbuh, pada Mei 2025 tercatat pertumbuhan secara nasional tembus Rp1,1 Triliun atau naik 3,84% secara tahun. Namun masih kalah dalam kapasitas menanggung risiko.
Menurutnya, sebagaimana mengamankan sektor energi dan pangan melalui hilirisasi, maka sektor keuangan, khususnya asuransi juga mendapatkan perhatian yang sama seriusnya.
"Kita tidak bisa terus bergantung pada negara lain seperti Singapura untuk menanggung risiko nasional. Ini soal kedaulatan keuangan bangsa," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu menegaskan pentingnya memperkuat kapasitas reasuransi nasional sebagai tulang punggung stabilitas sektor keuangan.
"Setiap tahun, puluhan persen premi asuransi nasional masih mengalir ke luar negeri. Ini menjadi tantangan bersama yang perlu kita jawab melalui penguatan industri dalam negeri, baik dari sisi permodalan, sistem maupun kapasitas SDM," ucap Benny.
Pelaku industri lanjut Benny, tidak bisa lagi melihat risiko secara parsial antar sektor, seperti perbankan sendiri, asuransi sendiri, lalu akhirnya reasuransi yang menanggung beban paling besar di akhir. Industri keuangan perlu satu visi dalam memandang risiko dan memperkuat ketahanan nasional.
"Optimalisasi kapasitas dalam negeri menjadi sangat penting. Kita memiliki SDM yang mumpuni, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal karena belum ada regulasi yang mendukung," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dana Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono dalam paparannya menjelaskan, Indonesia menempati posisi kelima dalam pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2025, berada dibawah Vietnam, Tiongkok, Filipina dan Taiwan.
"Meski demikian, tantangan dalam industri perasuransian nasional masih sangat besar, terutama menyangkut tingginya protection gap yang menunjukkan rendahnya cakupan perlindungan asuransi di tengah masyarakat," kata Ogi.
Dari perspektif makro, industri asuransi sebenarnya memiliki peran strategis sebagai investor institusional yang mampu memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan nasional melalui penyediaan sumber pembiayaan jangka panjang.
"Namun, hingga saat ini tingkat penetrasi asuransi di Indonesia masih di bawah 3%, jauh dari potensi optimal yang seharusnya bisa dicapai mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia," ujarnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pengelolaan data lewat integrasi sistem dinilai jadi strategi yang paling tepat dilakukan oleh pelaku industri reasuransi. Pemanfaatan data secara efisien tidak hanya mempercepat penerbitan polis, tetapi juga menyederhanakan seluruh perjalanan nasabah (customer journey).
Di sisi lain, pengelolaan data yang tidak optimal akan memperbesar potensi inefisiensi dan menurunkan daya saing perusahaan.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Soeren Soltysiak, CEO dari perusahaan broker reasuransi global, AON Asia yang menyebut bahwa data harus menjadi inti dari semua proses operasional perusahaan asuransi.
"Mulai dari informasi lokasi properti, elevasi, jumlah lantai bangunan, hingga data iklim, semuanya harus diintegrasikan untuk memperkuat fondasi pengambilan keputusan," katanya.