18 May 2021
5477
Life Reinsurance
Fenomena Long Covid pada Penyintas
Sudahkah anda mengenal istilah Long Covid?
Long Covid, yang juga akrab dikenal sebagai Long Haul Covid atau Post-Acute-SARS-CoV-2 (PASC) merujuk kepada adanya gejala atau gangguan kesehatan yang terkait dengan COVID-19, yang muncul atau menetap selama beberapa minggu hingga bulan setelah seorang penyintas dinyatakan sembuh dari COVID-19.
Lama dari infeksi COVID-19 dapat berbeda pada setiap penderitanya. Sebagian besar penderita umumnya sembuh setelah melalui fase akut penyakit, yang mana terjadi 3 – 4 minggu setelah penderita mengalami gejala pertama atau terkonfirmasi menderita COVID-19. Namun, sebagian penderita lainnya dapat mengalami ‘masa sakit’ yang lebih lama. Berdasarkan data yang ada, 13.3% penyintas masih mengalami gejala pada 28 hari setelah gejala pertama, 4.5% penyintas masih mengalami gejala pada 8 minggu setelah gejala pertama, dan 3% penyintas masih mengalami gejala pada lebih dari 12 minggu setelah gejala pertama.
Memang tidak semua penyintas pasti mengalami fenomena Long Covid. Berdasarkan studi-studi yang ada, para ahli meyakini bahwa semakin berat gejala yang penyintas alami pada saat terinfeksi COVID-19, semakin tinggi pula kemungkinan penyintas tersebut untuk mengalami Long Covid.
Fenomena dari Long Covid ini sendiri disinyalir dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab. Faktor yang pertama adalah adanya kerusakan organ yang secara langsung disebabkan oleh infeksi virus. Faktor yang kedua adalah adanya kerusakan organ yang disebabkan oleh adanya reaksi peradangan sebagai respon tubuh terhadap infeksi virus, yang mana juga dapat menyebabkan terjadinya thrombosis microvascular. Faktor yang ketiga adalah adanya sequel alias ‘bekas luka’ pada organ tubuh, yang memang umum terjadi pada seseorang yang pernah mengalami penyakit berat atau kritis.
Mungkin selama ini banyak yang masih beranggapan kalau COVID-19 identik dengan penyakit pernafasan, sehingga kalaupun seorang penyintas mengalami Long Covid, gejala yang akan dialaminya ‘hanyalah’ gangguan pernafasan. Nah, bagaimana fakta sebenarnya? Sesak nafas, kesulitan bernafas, ataupun gangguan pernafasan lainnya memang merupakan gejala-gejala Long Covid yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita. Hal ini disebabkan karena paru-paru dan sistem pernafasan memang merupakan salah satu dari target utama infeksi COVID-19. Tidak hanya gangguan pernafasan yang dapat dilihat secara klinis, fenomena Long Covid pada sistem pernafasan juga dapat dilihat dari adanya temuan khas COVID-19 yang menetap pada pemeriksaan paru-paru, seperti adanya fibrosis paru dan pneumonia.
Walaupun demikian, pada dasarnya reseptor ACE-2 yang akan berikatan dengan SARS-CoV-2 tidak hanya terdapat pada saluran pernafasan, melainkan, hampir seluruh organ dan sistem tubuh manusia memiliki reseptor tersebut. Hal inilah yang menyebabkan gejala COVID-19 dan fenomena Long Covid dapat terjadi pada organ dan sistem tubuh lain selain pernafasan.
Masih cukup erat dengan sistem pernafasan, sebagian dari penyintas COVID-19 juga mengeluhkan munculnya gangguan pada jantung dan sistem peredaran darah mereka. Gangguan yang dikeluhkan antara lain adalah adanya aritmia jantung, nyeri dada, dan gangguan pembekuan darah. Gangguan pada jantung dan sistem peredaran darah ini akan lebih berpotensi untuk muncul pada penyintas yang mengalami gejala berat dan kritis, atau memerlukan perawatan dengan ventilator pada saat terinfeksi COVID-19. Selain itu, para penyintas yang memang memiliki komorbid kardiovaskular juga mengeluhkan kalau penyakit mereka terasa memberat dan lebih sering kambuh setelah mereka sembuh dari COVID-19.
Gangguan kesehatan yang tak kalah banyak dikeluhkan oleh penyintas COVID-19 adalah gangguan pencernaan. Berdasarkan penelitian yang ada, memang jumlah reseptor ACE-2 pada saluran pencernaan dikatakan lebih banyak dari jumlah reseptor ACE-2 pada saluran pernafasan. Oleh karena itu, tidak hanya gangguan pencernaan umum ditemukan pada penderita dan penyintas COVID-19, keberadaan dari virus SARS-CoV-2 pun juga dikatakan dapat bertahan cukup lama pada saluran pencernaan. Berdasarkan hasil studi yang ada, dikatakan bahwa penularan SARS-CoV-2 melalui feses masih dapat terjadi hingga 28 hari setelah penderita pertama kali mengalami gejala, dan bahkan hingga 11 hari setelah swab PCR nasofaring dan orofaring penyintas menunjukkan hasil negatif.
Gangguan kesehatan lainnya yang juga dikatakan memiliki keterkaitan dengan COVID-19 adalah diabetes mellitus. Tidak dipungkiri, berdasarkan data yang ada, penderita COVID-19 yang memiliki komorbid diabetes mellitus dikatakan memang berpotensi mengalami gejala yang lebih berat dan berpotensi memiliki prognosis yang lebih buruk. Walaupun demikian, beberapa studi yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan, di mana sebagian penyintas yang sebelumnya tidak menderita diabetes mellitus, menyatakan kalau mereka mengalami peningkatan gula darah dan terdiagnosis diabetes mellitus setelah sembuh dari COVID-19.
Fenomena diabetes mellitus pada penyintas ini disinyalir terjadi akibat keberadaan reseptor ACE-2 yang berada di sel-sel pankreas, yang mana membuat sel-sel pankreas menjadi ‘target’ dari infeksi COVID-19. Kerusakan pada sel-sel pankreas itulah yang menyebabkan metabolisme gula pada penderita menjadi terganggu, sehingga penderita dan penyintas pun jadi mengalami gangguan toleransi glukosa. Fenomena ini dikatakan lebih berpotensi terjadi pada penderita dan penyintas yang memang sebelumnya telah memiliki faktor risiko untuk mengalami diabetes mellitus, misalnya, pernah memiliki gangguan toleransi glukosa, memiliki riwayat diabetes mellitus pada keluarga sedarah, atau dalam kondisi obesitas.
Fenomena Long Covid juga dirasakan berdampak pada metabolisme hormon penyintas. Sebagian penyintas wanita juga mengeluhkan adanya gangguan haid yang tidak pernah mereka alami sebelum mereka terinfeksi COVID-19. Sekitar 25% penyintas wanita mengeluhkan adanya penambahan volume haid mereka, dan 28% penyintas wanita mengeluhkan adanya perubahan pada siklus haid mereka. Selain itu, banyak juga penyintas wanita yang mengeluhkan adanya bekuan darah haid yang tidak biasa dan adanya perberatan pada pre-menstrual syndrome (PMS).
Sama seperti gangguan lainnya, gangguan haid pada penyintas ini juga disinyalir disebabkan oleh keberadaan reseptor ACE-2 pada organ genitalia wanita, seperti vagina, uterus, endometrium, ovarium, cairan folikel, oocyte, dan sel cumulus. Karena keberadaan reseptor ACE-2 itulah, organ-organ genitalia tersebut turut berpotensi menjadi target infeksi dari SARS-CoV-2.
Selain dari adanya reseptor ACE-2, kondisi stress pada penderita juga disinyalir dapat mengganggu jalur komunikasi hormon dari otak ke organ genitalia, yang mana dapat menyebabkan gangguan pada proses ovulasi. Semakin berat gejala yang diderita oleh penyintas saat terinfeksi COVID-19, semakin berpotensi dirinya mengalami gangguan haid. Walaupun demikian, berdasarkan penelitian yang ada, gangguan haid ini dikatakan tidak permanen, dan dapat membaik dan berangsur normal sekitar 1 – 2 bulan.
Gangguan kesehatan lain yang juga sering dikeluhkan oleh penyintas adalah munculnya ruam pada kulit dan adanya kerontokan rambut. Sekitar 24% dari penyintas COVID-19 mengeluhkan kalau mereka mengalami kerontokan rambut, pada 2 – 3 bulan setelah sembuh dari COVID-19. Kerontokan rambut yang terjadi pada penyintas COVID-19 ini memiliki karakteristik yang berbeda antara pria dan wanita.
Pada wanita, kerontokan rambut yang terjadi umumnya lebih mengarah ke Telogen Effluvium, di mana kerontokan rambut yang terjadi dapat bersifat tiba-tiba, terutama pada saat penyintas mencuci atau menyisir rambutnya. Kondisi ini dapat berlangsung selama 6 – 9 bulan, namun umumnya, nantinya kerontokan ini akan membaik dengan sendirinya, dan rambut akan kembali tumbuh pada bagian kepala yang sempat mengalami kerontokan.
Sementara pada pria, kerontokan yang terjadi umumnya lebih mengarah ke Alopecia Androgenik, yang mana, sayangnya, kerontokan dengan tipe ini umumnya lebih bersifat permanen. Ini artinya, kecil kemungkinan rambut akan kembali tumbuh pada bagian kepala yang sempat mengalami kerontokan, sehingga, membuat penyintas pria tersebut terlihat lebih ‘botak’ pada beberapa bagian kepala.
Gangguan pada ginjal dan sistem kemih juga turut dikeluhkan oleh sebagian dari penyintas COVID-19. Sekitar 20 – 30% dari penyintas COVID-19 yang bergejala berat dan kritis mengatakan kalau mereka terpaksa harus menjalani cuci darah pada saat dan setelah terinfeksi COVID-19. Sebagaimana yang telah kita ketahui, prosedur cuci darah merupakan salah satu pengobatan untuk menggantikan fungsi penyaringan pada ginjal, karena kerusakan pada ginjal sudah sangat berat dan kecil kemungkinan untuk dapat pulih. Keharusan penyintas untuk melakukan cuci darah tentunya tidak hanya berdampak buruk bagi kondisi kesehatannya, melainkan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup serta kemandirian dari penyintas tersebut.
Tidak hanya gangguan kesehatan secara fisik, fenomena Long Covid juga dapat menimbulkan gangguan pada psikis penyintas. Beberapa gangguan yang umum dikeluhkan di antaranya adalah gangguan kecemasan, depresi, dan post-traumatic stress disorder (PTSD). Selain itu, banyak juga penyintas yang mengeluhkan adanya fenomena brain fog, di mana mereka mengalami sekumpulan gejala neurologis berupa gangguan memori, gangguan konsentrasi, gangguan kognitif, disorientasi, dan nyeri kepala yang menetap.
Nah, ternyata fenomena Long Covid itu tidak dapat kita anggap enteng, kan?
Selama ini, sebagian dari kita mungkin masih melihat COVID-19 sebagai penyakit yang ringan, atau sebagai ‘flu biasa’. Pada kenyataannya memang, sebagian besar penderita COVID-19 ‘hanya’ akan mengalami gejala ringan atau bahkan tidak mengalami gejala apapun. Namun, yang sering kita lupa adalah, setiap penyintas COVID-19 akan memiliki kemungkinan untuk mengalami Long Covid, yang mana, sayangnya dapat mempengaruhi kondisi kesehatan serta kualitas hidup dari si penyintas untuk jangka waktu yang lama.
Potensi akan adanya Long Covid inilah yang menyebabkan penyintas COVID-19 sebenarnya masih harus memantau kondisi kesehatannya dengan cukup ketat, bahkan setelah dia dinyatakan sembuh oleh dokter. Para ahli sendiri menyarankan para penyintas untuk masih melakukan kontrol dan follow up secara rutin hingga 12 minggu setelah dinyatakan sembuh, atau bahkan lebih jika penyintas tersebut telah merasakan gangguan kesehatan yang mengarah ke fenomena Long Covid. Selain itu, bagi penyintas yang memiliki komorbid juga lebih disarankan untuk melakukan evaluasi kesehatan, serta melakukan pengobatan secara rutin dan adekuat atas penyakit komorbid yang dideritanya.
Kalau sudah begini, apa kita masih bisa meremehkan COVID-19? Yuk, diketatkan lagi protokol kesehatannya. Karena, hanya dengan usaha bersama lah, COVID-19 bisa kita kalahkan!
***
Artikel
- Mengenal ‘Disease X’, The Future Next Pandemic?
06 May 2024330 kali
- Vertigo dan Meniere’s Disease
02 Apr 2024602 kali
- Potensi dan Langkah Mitigasi Bahaya Rokok Elektrik
07 Feb 2024638 kali
- Kebangkitan Infeksi Polio di Indonesia
23 Jan 2024660 kali
- Mengenal COVID-19 Varian JN.1
22 Dec 20233350 kali
- Lonjakan Kasus COVID-19 di Akhir Tahun 2023
20 Dec 20233387 kali
- Potret Wabah ‘Pneumonia Misterius’ di Indonesia dan Dunia
07 Dec 20233918 kali
- Infeksi HPV, Kanker Cervix, dan Metode Pencegahannya
04 Dec 20233727 kali
- Perspektif Kepemilikan Asuransi Penyakit Kritis bagi Kelompok Usia Muda
21 Nov 20233790 kali
- Kemunculan Kasus Mpox Kedua: Apakah Berpotensi Menjadi Epidemi Baru di Indonesia?
30 Oct 20233014 kali
- Underweight dan Bahaya Kesehatan di Baliknya
10 Oct 20232350 kali
- Penggunaan Air Purifier: Apakah Merupakan Solusi Efektif untuk Mengatasi Gangguan Pernapasan akibat Kualitas Udara Buruk?
03 Oct 20232191 kali
- Fenomena Peningkatan Insidensi HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga
12 Jun 20239109 kali
- Marburg Virus Disease
24 May 20235618 kali
- Sudden Sensorineural Hearing Loss
26 Apr 20238454 kali
- Tuberculosis pada Anak
10 Apr 20239412 kali
- Flu Burung Clade 2.3.4.4b
28 Mar 202310365 kali
- Penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Operasional Industri Perasuransian Nasional
20 Feb 202314733 kali
- Memahami Fenomena Bonus Demografi dan Pengaruhnya pada Industri Asuransi Jiwa
26 Jan 202317987 kali
- Vaksin Inavac
12 Jan 202315703 kali
- Stroke Batang Otak
06 Jan 202318197 kali
- Ada Apa dengan China?
28 Dec 202211317 kali
- Gonorrhea Superbug
21 Dec 202211067 kali
- Crimean-Congo Hemorrhagic Fever
14 Dec 20226008 kali
- Vaksin IndoVac
29 Nov 20225421 kali
- Cedera Sambaran Petir
24 Nov 20224095 kali
- Emboli Paru dan Tragedi Perayaan Halloween di Itaewon
11 Nov 20224162 kali
- Covid Subvarian XBB dan XBC
03 Nov 20223471 kali
- Fenomena Resistensi Antibiotik dan Infeksi Superbug
26 Oct 20223969 kali
- Telaah Fenomena Gagal Ginjal Akut pada Anak
18 Oct 20225368 kali
- Penggunaan Kendaraan Listrik dari Perspektif Kesehatan dan Lingkungan
04 Oct 20226404 kali
- Zero Covid Policy
22 Sep 20224889 kali
- Fenomena Antibody Dependent Enhancement (ADE) pada Sistem Imun
31 Aug 20224422 kali
- Mengenal Batuk Berdarah
22 Aug 20227566 kali
- Mengenal Virus Langya dan Potensi Emerging Disease
12 Aug 20222096 kali
- Long Covid dalam Perspektif Asuransi Jiwa dan Kesehatan
05 Aug 20222357 kali
- Covid Centaurus
26 Jul 20222382 kali
- Menyikapi Penghapusan Ketentuan Waiting Period pada SEOJK PAYDI
11 Jul 20224039 kali
- Telaah Ganja Medis sebagai Alternatif Pengobatan
07 Jul 20223559 kali
- Ada Apa dengan BA.4 dan BA.5?
24 Jun 20221869 kali
- Ramsay-Hunt Syndrome
20 Jun 20222276 kali
- Keterkaitan Asma dengan GERD
10 Jun 20224121 kali
- Penyakit Virus Hendra
03 Jun 20222381 kali
- Mengenal Cacar Monyet
26 May 20221925 kali
- Keterkaitan Infeksi Covid dengan Hepatitis Misterius
19 May 20222108 kali
- Hepatitis Misterius
19 May 20222148 kali
- Serba-Serbi Sakit Pinggang
11 May 20224277 kali
- Evidence Based Medicine
22 Apr 202215852 kali
- Mewaspadai Potensi Penyakit Ginjal pada Penyintas Covid
07 Apr 20222477 kali
- Penyakit Tipes, Penyakit Masyarakat Indonesia
31 Mar 20224286 kali
- Menilik Kesiapan Indonesia vs Negara Tetangga Dalam Melangkah Ke Status Endemi
29 Mar 20222165 kali
- Riwayat Pandemi Flu Spanyol 1918
16 Mar 20226517 kali
- Son of Omricon
09 Mar 20222089 kali
- Vaksin Zifivax
22 Feb 20226059 kali
- Bahaya Strobo Bagi Kesehatan
15 Feb 20223060 kali
- Flurona, Infeksi Apakah Itu?
02 Feb 20221907 kali
- Pentingnya Warna Urine Sebagai Indikator Kesehatan
25 Jan 202233009 kali
- Spinal Cord Injury
17 Jan 202210907 kali
- Mengenal Gerd
03 Jan 20224728 kali
- Tentang Varian Omicron
10 Dec 20212699 kali
- Mengenal Nyeri Dada
06 Dec 20214006 kali
- Mengenal Insomnia dan Sleep Deprivation
29 Nov 202110761 kali
- Mental Health Awareness Di Lingkungan Kerja
23 Nov 20217252 kali
- Dampak Kemunculan Virus Covid Subvarian Delta Plus
12 Nov 20212506 kali
- Pemberian Vaksin Pfizer Pada Anak
29 Oct 20213185 kali
- Risiko Myokarditis Pada Penerima Vaksin MRNA
19 Oct 20216557 kali
- Pengajuan Asuransi Jiwa dan Kesehatan Bagi Penyintas Covid
06 Oct 20212274 kali
- Tentang Varian MU
28 Sep 20212482 kali
- Tentang Vaksin Sputnik-V
15 Sep 20213604 kali
- Badai Sitokin pada Penderita Covid
01 Sep 20218854 kali
- Vaksin Moderna Di Indonesia
25 Aug 20215400 kali
- Amunisi Pandemi Anak Bangsa
09 Aug 20212847 kali
- Pemberian Dosis Booster pada Program Vaksinasi Covid di Indonesia
05 Aug 20213376 kali
- Telaah Penggunaan Azithromycin dalam Pengobatan COVID-19
28 Jul 202110086 kali
- Peranan Vitamin D dalam Imunitas
23 Jul 20216504 kali
- Polemik Ivermectin dalam Pengobatan COVID-19
14 Jul 20213848 kali
- Peningkatan Kasus COVID-19 pada Anak di Indonesia
28 Jun 20212896 kali
- Peranan Varian Mutasi dalam Lonjakan Kasus COVID-19 di Indonesia
18 Jun 20212828 kali
- Wacana Sekolah Tatap Muka di Tengah Pandemi COVID-19
14 Jun 20217708 kali
- Infeksi Jamur Hitam pada Penderita COVID-19
10 Jun 20214051 kali
- Program Vaksinasi Gotong Royong
09 Jun 20213293 kali
- Faedah Pemberian Terapi Plasma Konvalesen bagi Penderita COVID-19
04 Jun 20213948 kali
- Mengenal Varian P1 dari SARS-CoV-2
30 Apr 20213193 kali
- Vaksin COVID-19 untuk Ibu Hamil
19 Apr 20213418 kali
- Mengenal Varian Trégor
16 Apr 20212513 kali
- Multisystem Inflammatory Syndrome In Children (Mis-C)
24 Mar 202112558 kali
- Polemik Vaksin Astrazeneca
19 Mar 20215337 kali
- Tentang Varian Mutasi B 117 Yang hadir di Indonesia
15 Mar 20212534 kali
- Pengembangan Vaksin Covid-19 Di Indonesia
26 Feb 20214351 kali
- Rekomendasi Terbaru Kemenkes Untuk Vaksinasi Covid-19
18 Feb 20214854 kali
- Proses Pengelolaan Masker Medis Bekas Pakai
15 Feb 20213644 kali
- Pandemic Fatigue
11 Feb 20212707 kali
- TELAAH IMUNITAS DALAM DISIPLIN ILMU PSIKONEUROIMUNOLOGI
01 Feb 20216229 kali
- Fakta-Fakta Terkait Kejadian Kematian Penerima Vaksin Pfizer
22 Jan 20213758 kali
- Kesiapan Edar Vaksin Sinovac di Indonesia
15 Jan 20213589 kali
- ISOLASI MANDIRI PADA COVID-19
08 Jan 20213704 kali
- Mengenal Mutasi VUI-202012/01
04 Jan 20212608 kali
- Delirium pada Penderita COVID-19
23 Dec 20205571 kali
- Wacana Dimulainya Penyelenggaraan Sekolah Tatap Muka Kembali
23 Dec 20202868 kali
- Gangguan Pencernaan Pada Kasus Covid-19
22 Dec 20205866 kali
- Potensi Terjadinya Cross-Reactive-Immunity Terhadap Individu Yang Belum Terekspos Sars-Cov-2
21 Dec 20203620 kali
- Get to Know The Pfizer Vaccine
27 Nov 20207082 kali
- Chloroquine in Covid-19 Treatment
20 Nov 20203898 kali
- Domination of Office Clusters on The COVID-19 Pandemic
20 Nov 20203032 kali
- In-Flight Risks of Covid-19 Transmission
17 Nov 20202834 kali
- ANTIBODY DEPENDENT ENHANCEMENT
02 Nov 20209731 kali
- About The Herd Immunity
24 Jul 20203663 kali
- Could COVID-19 occur in animals?
20 Jul 20203233 kali
- Virus Flu Babi G4 EA H1N1, Akankan Menjadi Pandemi Baru Di Tahun Ini ?
03 Jul 20203998 kali
- Penggunaan Masker Dalam Kehidupan ‘Normal Baru’
26 Jun 20203292 kali
- A Flashback of Handling COVID-19 in Indonesia
28 May 20202735 kali
- COVID-19 dan Penyakit Kardiovaskular
11 May 20203241 kali
- Proses Pembuatan Vaksin
05 May 202075761 kali
- COVID-19 dan Demam Dengue
28 Apr 20203383 kali
- Mitos dan Fakta tentang COVID-19
23 Mar 20203459 kali
- Menangani Gigitan Ular
02 Mar 20206630 kali
- Mengenal GERD
24 Feb 20206924 kali
- Serba-Serbi Jamu
17 Feb 20203587 kali
- Mengoptimalkan Kekebalan Tubuh
10 Feb 20202631 kali
- 2019 - Novel Coronavirus
28 Jan 20203566 kali
- Vegan vs Vegetarian
20 Jan 20203946 kali
- Banjir, Penyakit Pes, dan Leptospirosis
13 Jan 20209090 kali
- Serba-Serbi Vitamin D
06 Jan 20202839 kali
- Hyperventilation Syndrome
30 Dec 201922751 kali
- Pentingnya Kalsium untuk Tubuh
26 Dec 20197080 kali
- Serba-Serbi Keluarga Berencana
17 Dec 20196350 kali
- Chronic Fatigue Syndrome
09 Dec 20197745 kali
- Hipnosis dan Diet Hipnoterapi
03 Dec 20196313 kali
- Manfaat Ikan Salmon
25 Nov 20197278 kali
- Ulkus Lambung
18 Nov 201915403 kali
- Sifilis
12 Nov 201918964 kali
- Mengkonsumsi Vitamin C
05 Nov 20196068 kali
- Skizofrenia
28 Oct 20197205 kali
- Overdosis Kafein
21 Oct 20192890 kali
- Bahaya Mengkonsumsi Makanan dan Minuman Panas
16 Oct 201914987 kali
- Peran Kolesterol bagi Kesehatan Tubuh
27 Aug 20197736 kali
- Penyebab Bau Badan
14 Aug 20194562 kali
- Social Drinker
05 Aug 201915918 kali
- Mengenal Kandung Empedu
30 Jul 201956465 kali
- Nutrisi untuk Rambut
15 Jul 20192505 kali
- Mengenal Rambut
08 Jul 201946138 kali
- Apakah Menguap Itu Selalu Pertanda Mengantuk
01 Jul 20197629 kali
- Serba Serbi Warna Ingus
28 Jun 201920600 kali
- Mengenal Cacar Monyet
21 May 20194377 kali
- Manfaat Berpuasa bagi Kesehatan
06 May 20192733 kali
- Mengapa Garam Dapat Menyebabkan Tekanan Darah Meningkat?
29 Apr 201927198 kali
- Mengapa Kita Mengalami Cegukan?
22 Apr 201910400 kali
- Manfaat Bawang Putih
15 Apr 20198244 kali
- Mau tidur siang? Ternyata ada aturannya, lho!
26 Mar 20197831 kali
- Extrapulmonary Tuberculosis
18 Mar 201910949 kali
- Manfaat Zat Besi untuk Tubuh
14 Mar 20197244 kali
- Hipertensi pada Anak
06 Mar 201925527 kali
- Gangguan Psikosomatis
04 Mar 201910455 kali
- Pentingnya Tidur Untuk Kesehatan
18 Feb 20197447 kali
- Waspada Demam Berdarah Dengue (DBD)!
12 Feb 20198634 kali
- Fungsi Usus Buntu
04 Feb 201915680 kali
- Serba-serbi Tonsil
28 Jan 201932698 kali
- Protein dan Asam Amino
21 Jan 201978266 kali
- Mengenal IQOS
14 Jan 201934729 kali
- Mengenal Diet Keto
07 Jan 20198205 kali
- Serba-Serbi Kurang Tidur
31 Dec 20184512 kali
- Kolesterol yang Terlalu Rendah
26 Dec 20183539 kali
- Ada Apa dengan Nasi?
26 Dec 20184387 kali
- Benarkah Vape Tidak Berbahaya?
11 Dec 20186168 kali
- Efusi Pleura
12 Nov 201817546 kali
- Pneumonia
06 Nov 20187949 kali
- Encephalitis
29 Oct 20186402 kali
- Meningitis
22 Oct 20188227 kali
- Imunisasi Rotavirus
15 Oct 201814775 kali
- Prostatitis
11 Jul 20187586 kali
- Cystitis
02 Jul 201814042 kali
- Tahan Banting Selama Puasa
04 Jun 20183478 kali
- Vaksin untuk anak : Iya atau Tidak?
21 May 20183494 kali
- Vaksin Cacar Air, Penting atau Tidak ?
30 Apr 201815285 kali
- Eclampsia
23 Apr 20184321 kali
- Chikungunya
12 Mar 201812051 kali
- Rubeola
05 Mar 201812176 kali
- Benign Prostatic Hyperplasia
05 Feb 20188288 kali
- Transplantasi Liver
06 Mar 20177093 kali
- Diet sehat itu seperti apa?
06 Mar 20174831 kali
- Sirosis Hati
06 Mar 201717162 kali
- Pre-Diabetes, akankah menjadi Diabetes?
06 Mar 20179585 kali
- Pancreatic Cancer
03 Mar 20177329 kali
- Kanker Lambung
03 Mar 201710398 kali
- HFMD
02 Mar 20179104 kali
- Cholelithiasis
02 Mar 201760730 kali
- Alcohol-Related Liver Disease
02 Mar 20176119 kali
- Rokok Elektronik: Penolong dari Ketergantungan atau Alternatif Baru Merokok?
10 Dec 20166218 kali