10 September 2021 4251
Marine

Mekanisme Pengadaan Kapal untuk Mendorong Realisasi Asas Beyond Cabotage

Berlakunya Asas Cabotage sejak tahun 2005 berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2005 memberikan dampak yang sangat positif terhadap iklim bisnis Industri Pelayaran di Indonesia. Keberadaan asas Cabotage ini mampu mendorong peningkatan jumlah armada kapal di Indonesia secara drastis. Lantas apakah penerapan asas tersebut sudah cukup sampai disini? Stakeholder’s industri maritim mendorong penerapan asas cabotage terus dijaga bahkan perlu untuk dilanjutkan dengan menerapkan asas beyond cabotage. Sehingga kita tidak hanya Berjaya di kandang Sendiri, tapi juga mampu berjaya di luar kandang. Asas Beyond Cabotage mendorong Industri Pelayaran Indonesia agar berperan besar dalam pengangkutan ekspor dan import di Indonesia. Asas Beyond Cabotage ini seiring dengan berjalannya Permendag No 82 tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Dan Asuransi Nasional Untuk Ekspor Dan Impor Barang Tertentu. Dalam peraturan tersebut ekspor Batu bara dan CPO serta Impor beras diwajibkan menggunakan Angkutan laut Nasional.

Realisasi Asas Beyond Cabotage memberikan tantangan cukup besar bagi Industri Pelayaran. Karena dalam merealisasikannya, membutuhkan biaya investasi yang cukup besar untuk pengadaan armada kapal dengan kapasitas angkut ekspor dan impor. Pengadaan kapal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembelian kapal dan penyewaan (charter) kapal.

Dikutip dari Buku Manajemen Perusahaan Pelayaran, Pembeliaan kapal dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain sbb
  1. Cash
Perusahaan membutuhkan dana yang besar untuk pembelian kapal secara cash. Dana bisa berasal dari dana sendiri, bisa juga pinjaman dari bank atau lembaga pembiayaan atau pendanaan shareholder lain.
  1. Cicil/kredit
Perusahaan membeli kapal dari galangan dengan membayar cicilan secara bertahap termasuk bunganya dalam jangka waktu tertentu. Sumber dananya berasal dari hasil/laba usaha pelayaran.
  1. Hire purchase
Pembelian jenis ini sama seperti pembelian dengan cicil/kredit dari perusahaan pelayaran lain maupun dari kreditor lainnya. Pada saat kontrak sewa beli, ditetapkan harga kapal dan kapal dianggap sebagai aset dalam pesanan.
  1. Lease purchase
Kapal dibangun dengan menggunakan pembiayaan dari bank atau lembaga pembiayaan. Setelah selesai dibangun, kapal tersebut disewakan kepada perusahaan pelayaran dalamjangka waktu tertentu. Setelah habis masa sewa, bank atau lembaga pembiayaan tersebut menawarkan kepada perusahaan pelayaran apakah ingin dibeli atau sewa beli.
Pembelian dengan cicil/kredit dan hire purchase memiliki kesamaan, dimana nilai kapal dianggap sebagai hutang jangka panjang perusahaan pelayaran dan hutang tersebut akan berkurang sesuai dengan cicilan yang telah dibayarkan.
Empat mekanisme pembeliaan kapal tersebut tidak terbatas pada pembelian kapal baru, bisa juga dilakukan pada pembeliaan kapal bekas. Dibutuhkan kehati-hatian dalam pembelian kapal bekas. Perlu dilakukan survey kondisi kapal terlebih dahulu untuk memastikan kualitas kapal yang hendak dibeli. Penting untuk memastikan kualitas kapal, karena kualitas kapal sangat mempengaruhi biaya – biaya operasional kapal nantinya. Misalnya jika speed kapal tidak sesuai ekspektasi atau terlalu rendah, maka tentunya akan meningkatnya biaya bunker,dan biaya stores. Survey tersebut dapat dilakukan oleh surveyor kapal independen yang ditunjuk oleh calon pembeli maupun pihak klasifikasi dimana kapal tersebut dikelaskan.

Bagaimana dengan Charter kapal??
Dikutip dari Buku Manajemen Perusahaan Pelayaran, Pengadaan kapal melalui charter kapal dapat dilakukan dengan tiga cara antara lain,
  1. Bareboat charter
Jenis charter ini hanya menyewa kapal saja tidak termasuk kru kapal. Biaya yang ditanggung penyewa adalah semua biaya operasional kapal. Sedangkan biaya yang ditanggung pemilik kapal hanya biaya depresiasi, serta dalam kasus tertentu juga meliputi biaya perbaikan kapal dan asuransi. Ketentuan pembagian biaya – biaya tergantung klausula kontrak sewa guna antara penyewa dan pemilik kapal.
  1. Time charter
Jenis charter ini, penyewa menyewa kapal beserta kru kapal dalam periode waktu tertentu bisa 6 bulan, 1 tahun atau lebih. Biaya yang ditanggung penyewa adalah biaya pelabuhan, biaya bongkar muat, biaya bahan bakar, biaya agen dll. Sedangkan biaya yang ditanggung pemilik kapal adalah biaya kru kapal, maintenance cost , overhead cost, biaya asuransi, biaya depresiasi dan biaya offhire (biaya yang dibayarkan pemilik jika kapal mengalami kerusakan dalam masa sewa).
  1. Voyage charter
Jenis charter ini, penyewa hanya menyewa kapal untuk pelayaran tertentu. Sewa jenis ini sama seperti shipper yang memuat barang ke sebuah kapal, sehingga penyewa dikenakan biaya/ongkos muat (freight). Serta biaya bongkar muat jika kontrak pengangkutan FIOS (Free In and Out Stowed) dan biaya biaya lain yang muncul karena kesalahan penyewa seperti biaya demurrage. Biaya – biaya operasional diluar biaya tersebut diatas akan ditanggung oleh pemilik kapal.
Seperti halnya pengadaan kapal dengan pembelian kapal, Pengadaan kapal dengan sewa juga perlu untuk dilakukan survey. Survey yang dilakukan tidak hanya terbatas pada survey kondisi kapal dan performance kapal saja, tapi juga survey mengenai outfitting dan stores onboard (air, bunker, ship’s stores, lube oil, dan lain – lain). Kondisi kapal ketika baru pertama kali disewa harus sama seperti ketika kapal dikembalikan ke pemilik. Sehingga, perlu untuk dilakukan on hire survey dan off hire survey.




Daftar Pustaka :
  1. Kosasih, Engkos dan Soewodo, Hananto. 2012 Edisi Kedua. Manajemen Perusahaan Pelayaran : Suatu Pendekatan Praktis dalam Bidang Usaha Pelayaran. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
  2. Sari, Sri Mas. 2019. Logistikos: Menagih Keseriusan Asas Beyond Cabotage. Available at :
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190409/98/909533/logistikos-menagih-keseriusan-asas-beyond-cabotage.
 


 

Penulis

Renny Rahmadi Putra, S.T., AAAIK, CRMO, ICMarU

Email: putra@indonesiare.co.id