03 February 2020 3876
Accounting & Finance

Part 2: 3 Indeks Sektoral yang Memiliki Kinerja Negatif Terendah di Bursa Efek Indonesia Tahun 2019

 
 
Sobat Reas, apabila kita lihat pada grafik di atas ternyata performa indeks harga saham gabungan pada year to date (ytd) 2019 cukup baik lho dibanding dengan performa ytd 2018. Dengan kata lain, walaupun tidak besar, namun secara ytd  indeks pada tahun 2019 memberikan kinerja yang positif sedangkan pada tahun sebelumnya, justru indeks ytd berada pada teritori negative.
 
 
Pada artikel sebelumnya, kita sudah melihat bahwa hanya empat indeks sektoral yang berada pada teritori positif pada akhir tahun. Artinya, lebih dari 50% indeks sektoral IHSG berada pada zona negative. Indeks yang berada pada zona negative terbawah adalah indeks consumer goods. Beberapa saham penyusun indeks ini merupakan saham yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar di IHSG. Dengan kata lain, pergerakan harga saham – saham tersebut mempunyai pengaruh yang relative cukup besar terhadap pergerakan indeks. Beberapa diantaranya adalah saham Unilever Indonesia (UNVR), Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP), Gudang Garam (GGRM), dan Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), dengan bobot masing – masing relative pada IHSG adalah 4.5%, 3.5%, 1.5%, dan 1.8%. Dari keempat saham tersebut, hanya ICBP yang mencetak hasil positif YTD 2019.
 
 
 
 
 
 
 
                                                                    Sumber Data: Bloomberg,data diolah
                                                                 Disclaimer: Performa historis tidak menggambarkan performa saham atau indeks di masa depan.
 
               
            Indofood CBP merupakan produsen salah satu mie instan ternama yaitu Indomie. Pada Q3 tahun 2019, secara year on year (yoy) penjualan ICBP naik sebesar 11.2%. Penjualan ini masih ditopang oleh lini bisnis mi instan yaitu sebesar 66.1% dari total penjualan bersih perseroan berdasarkan laporan keuangan perseroan Q3 2019. Unilever Indonesia, walaupun terdapat peningkatan penjualan bersih pada Q3 2019 secara yoy sebesar 2.6%, namun laba perseroan mengalami penurunan sebesar 24.4% dari Q3 tahun sebelumnya. Selain itu, perlambatan pada pertumbuhan bisnis Unilever di negara asia tenggara juga terjadi di tahun 2019, dimana asia tenggara merupakan salah satu pasar terbesar Unilever (Global). Pada sisi produsen rokok (HMSP & GGRM), kenaikan cukai hasil tembakau dengan rata - rata sebesar 23% dan kenaikan harga jual eceran dengan rata – rata sebesar 35% menjadi isu yang cukup hangat pada industry ini sehingga menyebabkan harga saham kedua perseoran ini turun cukup dalam.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Sumber Data: Bloomberg,data diolah.
Disclaimer: Performa historis tidak menggambarkan performa saham atau indeks di masa depan
 
               
         Indeks pertambangan juga mencatat performa yang negative YTD 2019. Penurunan harga batubara menjadi salah satu pemicu aksi jual pada emiten yang memproduksi batu bara. PT Indo Tambangraya Megah (ITMG) pada Q3 2019 mencatat penurunan laba hingga sekitar 50% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada emiten dengan kode saham PTBA yaitu PT Bukit Asam, laba pada Q3 Tahun 2019 turun sekitar 21% dari pencapaian periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sebagai catatan, dibandingkan dengan PTBA yang lebih banyak memasok ke industry lokal, lebih dari 50% penjualan bersih ITMG berasal dari luar negeri dimana harga spot batubara global dan eksposur nilai tukar dollar amerika menjadi faktor tersendiri bagi ITMG. Hal yang sama juga terjadi pada saham PT Indika Energy Tbk yaitu memiliki kinerja negative di tahun 2019. Hal ini selaras dengan performa laba para periode Q32019 hanya sebesar 7,2% dari pencapian laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya. Berbeda dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang justru ditutup positif YTD 2019. Pada laporan 9M2019, walaupun laba operasi turun sekitar 14% dari periode yang sama tahun sebelumnya, namun laba periode berjalan naik hampir 25%. Hal ini dikarenakan adanya bagian atas keuntungan bersih dari beberapa bisnis ventura bersama yang dimiliki perusahaan. Selain itu, Medco Energy (MEDC), emiten yang masuk ke dalam anggota indeks mining yang juga termasuk dalam indeks kategori empat puluh lima saham yang liquid (liquid 45/LQ45) , juga masuk ke dalam teritori positif pada YTD 2019. Pada rilis laporan keuangan per 31 September 2019, MEDC membukukan laba periode berjalan yang jauh membaik (profit) setelah mengalami kerugian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagai informasi, memang terlihat dari grafik di bawah dimana harga batu bara mengalami penurunan yang cukup dalam, namun berbeda dengan harga minyak brent yang berada di sekitar harga $60-$70 per barrel.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Sumber Gambar: CNBC Indonesia
Disclaimer: Performa historis tidak menggambarkan performa saham atau indeks di masa depan
 
               
Indeks berikutnya yang menunjukkan kinerja negative tiga besar sepanjang tahun 2019 adalah indeks aneka industry. Emiten yang termasuk ke dalam indeks ini adalah emiten dari berbagai macam industry seperti industry otomotif, tekstil, sepatu, dsb. Dari sebanyak lima puluh emiten yang ada di dalam indeks ini, hanya dua saham yang juga termasuk dalam indeks likuid 45 atau LQ45, kedua saham tersebut adalah PT Astra Internasional Tbk (ASII) dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Saham ASII merupakan salah satu saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia. Bobot ASII pada IHSG per akhir tahun 2019 lebih dari 3.5%. Artinya pergerakan harga saham ASII mempunyai pengaruh yang relative cukup besar dengan pergerakan IHSG. Apabila kita lihat pada grafik di bawah, terlihat bahwa pergerakan indeks mirip dengan pergerakan saham ASII, hal ini dapat berarti ASII memiliki pengaruh yang signifikan pada indeks aneka industry. Pada laporan 30 September 2019, memang kinerja laba menurun hampir 9% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu PT United Tractor Tbk (UNTR), selaku anak usaha ASII yang berkontribusi cukup besar pada laporan keuangan konsolidasi group, juga mengalami penurunan kinerja laba pada periode yang sama secara year on year, pencapaian laba periode berjalan tersebut turun 9.12%. Laba bruto dari UNTR menyumbang 41% pada laba bruto (gross profit) group sedangkan kedua dan ketiga terbesar berasal dari segmen jasa keuangan dan otomotif dengan proporsi masing 24.8% dan 21.92%.
 
 
 
 
Sumber Gambar: CNBC Indonesia
Disclaimer: Performa historis tidak menggambarkan performa saham atau indeks di masa depan
 
 
 
References:
https://investasi.kontan.co.id/news/harga-saham-chandra-asri-tpia-cetak-rekor-tertinggi-ini-rekomendasi-analis
https://market.bisnis.com/read/20190506/192/918895/moodys-tegaskan-peringkat-ba3-untuk-chandra-asri-tpia
http://www.indofoodcbp.com/menu/financial-press-releases
https://edition.cnn.com/2019/12/17/business/unilever-sales-warning/index.html
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-pemerintah-tetapkan-rencana-kebijakan-cukai-hasil-tembakau-tahun-2020/
https://investasi.kontan.co.id/news/getol-diversifikasi-adaro-energy-adro-targetkan-35-pendapatan-non-batubara
http://www.adaro.com/pages/read/10/41/Company%20Performance
https://www.astra.co.id/Investor-Relations/Quarterly-Update/Financial-Report

Penulis

Muhamad Yusron Wahyudi, S.E., M.Sc.

Email: yusron@indonesiare.co.id